AKTUALISASI NILAI KESEDERHAAN DOSEN KEPADA MAHASISWA
Waktu Pelaksanaan : 09 November 2023 - 09 November 2023
Kedudukan Kesederhaan Dosen Dalam Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan sikap sederhana disini adalah berpenampilan wajar dan menjauhi kemewahan duniawi secara berlebihan terhadap mahasiswa/i. Kesederhanaan ini boleh jadi sebagai buah dari sifat tawadhu’, zuhud, dan tidak menjadikan ilmu sebagai media untuk meraih tujuan duniawi.
Disebutkan oleh syeikh Ibnu Jamaah asy-Syafi’i bahwa diantara sifat yang harus dijaga oleh seorang guru adalah berakhlak zuhud dalam keduniaan dan meminimalisir sebisa mungkin, tanpa membahayakan dirinya dan keluarganya, karena sesuatu yang dibutuhkan secara umum adalah bagian dari qanaah, bukan dari kesenangan duniawi yang dilarang. Batas minimal seorang alim dalam konteks ini adalah memandang hina sikap bergantung dengan dunia, karena ia adalah orang yang paling tahu dunia itu sangat murah, penuh dengan godaan, cepat sirnanya, dan melelalahkan pengerjanya. Dan kalau bisa, dunia itu jangan menjadi perhatian utama, apalagi sampai menyibukkan.
Oleh sebab itu, jangan sampai seorang guru menjadikan dunia sebagai tangga untuk meraih tujuan-tujuan duniawi, berupa jabatan, kekayaan, nama baik, ketenaran, dan prestasi duniawi lainnya. Dan secara umum, seorang guru sudah selazimnya senantiasa menunjukkan prilaku yang terpuji dalam berinteraksi dengan siapa saja, dengan menjauhi sifat-sifat buruk dan kurang terpuji seperti sombong, sum’ah, ujub, riya’, membanggakan diri, berkompetisi dan berambisi meraih keduniawian, bergaya hidup mewah, berlebihan dalam berpakaian, hingga senang dipuji. (Jamah, 2012).
Yunus bin Maisarah-seperti yang dikutip oleh Ibnu Rajab al-Hanbali- berkata: “Zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal ataupun membiarkan kekayaan tanpa manfaat. Akan tetapi, zuhud itu adalah lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang di tanganmu dan lebih suka untuk mendapatkan pahala musibah saat tertimpa daripada dijauhkan dari musibah itu”. (al-Hanbali 2001)
Sifat Sederhana dalam al-Qur`an dan Sunnah
Dalam perintah-Nya kepada hamba manusia agar bersikap sederhana dalam makanan, minuman, dan pakaian, Allah SWT. berfirman:
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (al-A’raf: 31)
Sementara itu, untuk mengingatkan umatnya agar senantiasa mawas diri terhadap sumber-sumber rezeki yang dapat berpotensi menjadi media pola hidup mewah, Rasulullah SAW. bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Barzah al-Aslami RA., bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari Kiamat hingga ditanya: tentang usianya dalam hal apa ia menghabiskannya? Tentang ilmunya dalam hal apa ia mengamalkannya? dan tentang hartanya darimana ia mendapatkannua dan dalam hal apa ia menyalurkannya?” (HR. Turmudzi)
Nabi Muhammad Saw. adalah suri tauladan terbaik dalam pendidikan, termasuk dalam dalam hal kesederhanaan, sangat sempurna. Sebelum menjadi seorang Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad Saw. telah menjadi seorang pedagang sukses yang kaya. Seandainya Baginda Nabi Muhammad Saw. ingin memperkaya diri dengan menjadi seorang pemimpin, maka sangat mungkin terjadi dalam logika manusia biasa. Namun, Nabi Muhammad Saw. lebih mementingkan melaksanakan risalah dakwah dan apa yang telah disediakan Allah Swt. di akhirat. Bagaimana tidak? Allah Swt. sendiri telah menjamin pahala dan kedudukanya itu dalam firman-Nya:
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. (adh-Dhuha: 6)
Juga dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak”. (al-Kautsar: 1)
Berikut beberapa contoh kesederhanaan Baginda Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang diriwayatkan para sahabat. Dalam hal makanan:
Diriwayatkan dari Aisyah Ra., ia berkata: Keluarga Muhammad Saw. tidak pernah merasa kenyang makan gandum selama tiga hari berturut-turut sejak datang ke Madinah hingga dipanggil Allah Swt. (HR. Bukhari)
Dalam hal tempat tidur:
Diriwayatkan dari Aisyah Ra., ia berkata: Tempat tidur Rasulullah Saw. itu terbuat dari kulit yang telah disamak yang berisi kulit pohon kurma (HR.
Dalam hal kendaraan:
Diriwayatkan dari Amr bin Harits Ra., ia berkata: Rasulullah Saw. tidak meninggalkan apa-apa setelah wafat kecuali kuda bighal berwarna putih untuk kendaraan, alat-alat perang, dan sejengkal tanah untuk disedekahkan. (HR. Bukhari dan Ahmad)
Dalam hal berpakain, Rasulullah Saw. telah bersabda:
Diriwayatkan dari Sahl bin Muadz bin Anas al-Juhani dari bapaknya bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan pakaian karena rendah hati kepada Allah, meskipun memiliki kemampuan, maka Allah akan memanggilnya pada hari Kiamat kelak di depan seluruh makhluk hingga diberi pilihan pakaian yang mana yang akan ingin dipakai” (HR. Turmudzi dan Ahmad)
Tauladan Kesederhanaan Dosen
Selama menuntut ilmu di Universitas al-Azhar Kairo, kami diberi satu kenikmatan yang besar, berupa sosok dosen yang sangat terhormat dan bersahaja, dari ilmu, akhlak, hingga perjuangan dalam berdakwah. Beliau adalah Prof. Dr. Ibrahim al-Khuli-rahimahullah wa ghafara lah-, guru besar ilmu Balaghah dan Kritik di fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar.
Beliau dikenal sebagai salah satu ulama al-Azhar yang berpengetahuan luas dalam pengetahuan Islam, Bahasa Arab, dan wawasan umum. Keilmuan dan ketauladanannya dalam mendidik para mahasiswa Arab maupun asing di kampus tersebut tidak diragukan lagi.
Meskipun banyak kalangan mengenal beliau melalui berbagai acara TV Arab dan internasional, namun kemasyhuran beliau tidak mengurangi cara hidup sederhana. Selama kurang lebih sepuluh tahun, kami menyaksikan secara langsung bagaimana beliau melalui aktivitas sehari-hari di rumahnya dengan penuh kesederhanaan, dalam hal makan minum, berpakaian, tempat tinggal dan perabotnya, hingga mobilitas dari rumah, kampus hingga di kebun. Contoh kecilnya adalah pola makan minum sehari-hari beliau. Dimana, beliau mengatur jadwal dan menu dengan sangat sederhana seperti halnya masyarakat Mesir umumnya, jarang sekali memesan makanan dari luar, tidak pernah menambah porsi makan kecuali sesekali, tidak menggunakan gula lebih dari satu sendok gula saat minum teh. Jika terpaksa dalam perjalanan harus makan, maka tempat makan yang tuju adalah warung makan kecil dengan syarat bersih dan rapi. Berkaitan dengan mobilitas,
Prof. Dr. Ibrahim al-Khuli, meskipun mampu untuk membeli mobil, namun beliau lebih memilih untuk tidak. Beliau lebih suka menggunakan kendaraan umum untuk pergi ke kampus atau menyewa taksi tetangga untuk pergi ke kampung, kebun, atau tempat lain. Saya masih sangat ingat bagaimana beliau tidak berkenan untuk kami antar dengan kendaraan pribadi setelah selesai sidang thesis kami, padahal beliau sebagai penguji utama dan telah memberikan nilai terbaik kepada kami. Beliau lebih memilih untuk kami temani ke terminal angkutan antar kota, lalu naik angkutan hingga ke rumah beliau di kota Helwan dengan jarak tempuk kurang lebih satu jam.
Kesederhanaan beliau dalam berpakaian juga sangat jelas, baik saat santai maupun dalam acara resmi. Kami tidak pernah menyaksikan beliau mengenakan pakaian yang mencolok atau menarik perhatian orang, bahkan pakaian resmi kebesarn ulama Azhari pun, beliau tidak memakainya. Beliau lebih memilih pakaian jaz untuk acara resmi dan jalabiyah biasa saat santai, dan untuk mengingat kenangan beliau saat musim dingin di Swiss beliau suka menggunakan peci hitam seperti yang dipakai orang Indonesia. Di tengah-tengah kami duduk di hadapan beliau sambal berdiskusi tentang masa depan dan permasalahan zaman, beliau berpesan agar jangan banyak disibukkan dan dipusingkan dengan kebutuhan duniawi. Karena, semakin dikejar, dunia itu akan semakin jauh. Namun jika dibiarkan, maka dunia akan mengejar kita. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Saw. :
“Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Turmudzi)
Aktualisasi Kesederhanaan Dosen Terhadap Mahasiswa
Di lingkup Pendidikan, seorang guru/dosen diharapkan dapat mengimplementasikan nilai-nilai kesederhanaan itu dengan sebagaik mungkin, sehingga dapat menjadi contoh yang baik dalam pola hidup Islami dan menghargai para murid/mahasiswa. Berikut beberapa bentuk kesederhanaan yang dapat diterapkan seorang guru/dosen di hadapan murid/mahasiswanya:
- Tidak menunjukkan kekayaan duniawi pribadi yang mencolok dalam berkendaraan terhadap mahasiswa/i.
- Berpakaian rapi, bersih, dan sopan dan menjauhi kemewahan dalam memakai perhiasan.
- Memanfaatkan sarana dan prasarana perkuliahan bersama mahasiswa/i sesuai dengan kebutuhan proses perkuliahan.
- Memakai kendaraan yang dimiliki tanpa berlebihan dalam menunjukkan perlengkapan kendaraan dan atribut-atribut suatu organisasi atau komunitas.
- Tidak mengadakan pesta makan dengan jamuan berlebihan, baik untuk kegiatan pribadi maupun kegiatan kampus.
- Tidak memanfaatkan anggaran yang tersedia untuk kepentingan sendiri dan menghemat pengeluaran kemaslahatan bersama.
- Tidak menunjukkan kemewahan duniawi di akun-akun media sosial pribadi maupun komunitas.
- Mengarahkan mahasiswa/i agar berhemat dalam mengerjakan tugas perkuliahan seperti tidak meng-print skripsi tiga bab sekaligus sebelum diizinkan dosen pembimbing.
- Menunjukkan sikap qana’ah dalam menerima rezeki dan memotivasi mahasiswa/i agar senantiasa berprestasi tanpa terjebak dengan kemewahan duniawi.
- Menunjukkan sikap rendah hati (tawadhu’) dengan ilmu yang dimiliki, dengan menghormati pendapat mahasiswa.