• +62 088 999 123

SIMBIOSIS MUTUALISME NILAI KEIKHLASAN DALAM PENDIDIKAN


Waktu Pelaksanaan : 09 November 2023 - 09 November 2023

Pendidikan adalah sebuah usaha mencerdaskan dan merubah cara fikir dan pandang manusia dari kejumudan menuju keterbukaan  disertai praktik dan metode yang tepat. Definisi ini menegasikan bahwa pendidikan bukanlah upaya main-main (setengah hati) yang dilakukan seseorang tanpa melibatkan resourses. Justeru sebaliknya pendidikan harus dilakukan secara serius karena berhubungan dengan sikap, mental dan karakter manusia. Resourses  apa pun yang tersedia dan dapat digunakan untuk merubah kondisi tidak baik yang melekat pada manusia itu harus diwujudkan.

Ada banyak cara, pendekatan atau metode yang dapat digunakan untuk mendidik manusia. Baik melalui lembaga formal, non formal atau bahkan individual. Masyarakat di kampung-kampung yang jauh dari lembaga- lembaga pendidikan formal, yang dilakukan  mereka  dalam upaya mencerdaskan anak-anaknya adalah melalui pengajaran dan pendidikan individual dengan pendekatan kohesifitas. Hasilnya, sekalipun mereka tidak mengerti metodologi pendidikan dan  pengajaran, tetapi hasil didikan dan pengajaran orang-orang terdahulu menghasilkan manusia-manusia berkualitas di zamannya. Hal itu terjadi karena dorongan oleh semangat untuk merubah anak-anak mereka menjadi orang yang bermanfaat disertai keikhlasan tanpa harga dan pamrih. Tentu semangat itu tidak dapat disamakan atau diperbandingkan dengan kondisi sekarang. Di mana semua lembaga pendidikan menerapkan pola asuh dan transfer ilmu yang tidak bebas nilai materi sebagai ganti.

Mengajar dan Mendidik

Ada perbedaan antara mengajar dan mendidik. Pengajaran (mengajar) adalah proses belajar dalam  menuntut ilmu. Di dalamnya melibatkan pengajar  seperti dosen, guru, ustadz yang menyampaikan pengajaran satu ilmu kepada murid. Hasilnya murid menjadi pandai dan berpengetahuan. Dalam diksi Arab disebut  ‘alim. Sedangkan pendidikan (mendidik) adalah proses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai adalah  sebuah ide atau konsep tentang sesuatu hal yang dipandang penting bagi kehidupan manusia dan menjadi perhatian mereka.

Sebagai standar perilaku, tentunya nilai menurut seseorang untuk mempraktekkan dan melakukannya.

Dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan, dan pengamalan. Ilmu yang telah diperoleh terutama ilmu agama dicoba untuk difahami dan di hayati hingga tertanam dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan menyangkut tentang akhlak.

Jadi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pendidikan mencakup keseluruhan proses pembentukan manusia yang utuh dan berkualitas. Sedangkan pengajaran lebih bersifat teknis, di mana kegiatannya meliputi perencanaan, pengarahan, dan memberikan pengalaman belajar kepada siswa dengan tujuan memperoleh ilmu pengetahuan dan pemahaman yang baru. Meskipun mengajar dan mendidik memiliki perbedaan, keduanya merupakan elemen yang penting dalam pendidikan. 

Keikhlasan Dalam Mengajar

Ikhlas adalah sebuah diksi Arab yang memiliki arti tulus dan murni. Dalam konteks ajaran Islam, ikhlas sering kali diartikan sebagai ketulusan hati dalam beribadah  kepada Allah tanpa mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia. Dalam  Al Quran kata  ikhlas disebut  31 kali dalam 13 ayat. Sedangkan  variasi istilah ini (ikhlas) disebut 14 kali dalam 17 surat.  Istilah ini lawan kata dari riya' atau sikap pamer. Yaitu usaha memperlihatkan ibadah kepada orang lain dengan niat atau harapan nendapat pujian atau manfaat dari padanya. Ada beberapa tanda yang dapat dilihat dari sikap ikhlas, yaitu: 1) mendahulukan ridha Allah daripada keridhaan manusia; 2) menyembunyikan amal kebaikan; 3)  mengakui adanya kekurangan  atas diri sendiri.

Dalam praktik pendidikan dan pengajaran, setiap pendidik dan pengajar dari semua lini, dituntut untuk mendahulukan keikhlasan atas usaha yang dikerjakan tanpa pamprih. Diksi "tanpa pamprih"  ini tentu bukan persoalan mudah yang terlontar dari ujung lidah. Semua orang bisa mengklaim  ikhlas atas usaha yang dilakukan, tetapi sejauh mana nilai keikhlasan itu bermakna dan membekas pada usahanya.  Di sinilah kemudian sikap ikhlas itu  berubah menjadi kepura-puraan (pretended) yang berpotensi merusak tatanan di lingkungan

kerja. Oleh itu ikhlas perlu dijaga,  bukan dilepas secara liar tanpa melihat kebutuhan subjek pelakunya. Upaya lunak menjaga keikhlasan itu adalah memenuhi standar kebutuhan subjek pelakunya secara ideal. Tentu, hal ini tidak dapat dilakukan tanpa melibatkan stakeholder yang mengambil dan memperoleh manfaat dari subjek pendidik dan pengajar yang terlibat di situ.  

Dosen adalah salah satu unsur sistem dalam pendidikan yang menentukan keberhasilan  objek pendidikan.  Seorang dosen dalam melaksanakan tugas idealnya harus  didasari rasa ikhlas, bertanggung jawab dan dilakukan karena Allah, agar usaha pendidikan dan pengajaran yang dilakukan menghasilkan anak didik yang baik. Namun demikian tuntutan itu perlu diimbangi rasa keadilan terhadap kebutuhan primair mereka agar terjaga keikhlasannya. Sangat tidak rasional jika tuntutan ikhlas hanya dibebankan pada dosen, sementara stakeholder yang menerima manfaat dari keikhlasan itu dibebaskan (atau diberi keringanan) dari tuntutan yang sama sehingga terjadi feed back yang tidak  adil. Cara pandang terhadap arti ikhlas (keikhlasan) harus dirubah.  Sehingga praktik keikhlasan menjadi dua arah yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara subjek dan objek.   Praktik ini akan semakin ideal jika dalam pelaksanaannya diatur dengan sistim nidhamiyah yang modern dan Islami. (Dr. Po)

Oleh:  Asmaji Muchtar